Penundaan Pemilu,
Urgensi atau Politisasi?
oleh
Muhammad Zhafran Hibrizi
Sebagai negara demokrasi, pemilu menjadi salah satu ajang perwujudan demokrasi terbesar di suatu
negara yang dilakukan secara berkala. Di
Indonesia, belakangan ini tersiar wacana
jika Pemilihan Umum (Pemilu) ditunda dan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo hingga
tahun 2027 dengan berbagai macam alasan.
Hal ini tentu menjadi suatu kontroversi
ditengah masyarakat.
Masyarakat menilai bahwa
penundaan pemilu ini hanya sebagai cara
mempertahankan posisi dan mematangkan strategi
untuk kembali duduk di istana maupun senayan di periode berikutnya. Jika kita melihat dari sudut
pandang hukum, menurut pasal 22E ayat
(6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
diselenggarakan berlandaskan azas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Dalam konstitusi
Indonesia sudah jelas bahwa pemilu
dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Ketika wacana penundaan pemilu ini
direalisasikan, hal tersebut tak semudah seperti membalikkan telapak tangan,
tetapi butuh proses yang panjang seperti
amandemen Undang-Undang dan rentetan
prosedur lainnya. Jika kita tilik dengan jadwal pemilu berikutnya yaitu tahun 2024 dan artinya butuh waktu 2
tahun lagi untuk direalisasikan, maka
bisa dikatakan hal tersebut akan mustahil.
Waktu selama 2 tahun merupakan waktu yang sangat singkat dalam merumuskan dan mengesahkan suatu
Undang-Undang yang baru.
Ketidakmungkinan ini
semakin janggal karena yang mengusulkan
penundaan pemilu tersebut berasal dari kalangan
eksekutif. Pada prinsipnya, kalangan legislatiflah yang memiliki peran lebih vital dalam mengusulkan hingga
perumusan Undang Undang, namun realitanya penundaan pemilu ini diusulkan
oleh menteri investasi dengan alasan
untuk menjaga stabilitas pemulihan
ekonomi pada masa pandemi covid-19 dan pemilu juga memiliki anggaran yang sangat besar dalam
pelaksanaannya, oleh karena pertimbangan
itulah penundaan pemilu ini diusulkan.
Mengingat jangka waktu
pemilu berikutnya pada tahun 2024, tentu
keadaan Indonesia tidak bisa didasarkan pada situasi saat ini. Hal ini dinilai bahwa penundaan
pemilu tidak memiliki urgensi yang
genting terkait penundaan pelaksanaannya.
Penundaan Pemilu ini harusnya jika memang ditunda, maka ada hal yang darurat yang bisa menganggu
stabilitas negara dalam pelaksanaannya.
Jika dengan pertimbangan tersebut, maka
penundaan pemilu ini tidak memiliki urgensi yang valid untuk dilakukan.
Wacana penundaan pemilu
ini juga menunjukkan inkonsistensi
pemerintah dalam mengambil kebijakan, seperti
pilkada serentak tahun 2020 pada saat angka penularan covid-19 sedang
tinggi-tingginya, namun apa yang terjadi saat itu, pilkada serentak di berbagai daerah tetap
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang
tertera, namun hasilnya pilkada saat itu berjalan tetap sesuai dengan sebagaimana mestinya. Jika hal
tersebut bisa dilaksanakan di situasi
yang lebih genting, maka pemilu yang dua
tahun lagi yang mana peluang kestabilan situasi akan semakin besar akan lebih stabil, mengapa harus
ditunda? Hal inilah yang menjadi pokok
pandangan masyarakat bahwa pemilu ini hanya
jadi politisasi dari pemerintah semata dikarenakan tidak ada urgensi yang mendesak terkait penundaan
pemilu tersebut.
Maka dari itu mengingat
banyak hal yang perlu disiapkan jika
memang pemilu ini ditunda seperti amandemen Undang Undang, revisi konstitusi,
dan sebagainya, dengan jangka waktu yang
singkat selama dua tahun harus rampung. Maka
hal itu mustahil untuk dilakukan, karena
dalam perubahan Undang Undang memerlukan perencanaan dan eksekusi yang
matang, terlebih didalam negara
demokrasi yang menjunjung tinggi
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, maka rakyat juga harus turut serta dalam proses perubahan
Undang Undang tersebut. Jika tidak hal ini tentu akan mencederai konstitusi dan demokrasi negara serta
disesuaikan dengan kondisi sosial
masyarakat saat ini, maka penundaan pemilu 2024 tidak perlu untuk dilakukan.
0 Komentar