Polemik Penundaan Pemilu : Sebuah Inkonstitusionalitas Menuju Awal Kemunduran Demokrasi

Polemik Penundaan Pemilu : Sebuah Inkonstitusionalitas Menuju Awal Kemunduran Demokrasi

oleh

Mareta Puri Nur Ayu Ningsih

 


    Isu penundaan pemilihan umum (pemilu) menjadi perhatian publik saat  ini. Wacana untuk menunda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang digaungkan tiga partai politik, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN) mendapat penolakan dari enam partai lainnya di parlemen. Di sisi lain, kritik atas wacana penundaan pemilu terus mengalir dari kalangan masyarakat sipil. Penundaan pemilu dianggap mencederai amanat konstitusi dan reformasi serta mengikis hakikat demokrasi.

    Penundaan pemilu merupakan sebuah pembangkangan konstitusi yang melanggar ketentuan dalam UUD NRI Tahun 1945. Amanat reformasi berupa pemilu telah ditetapkan pada pasal 7 dan pasal 22E bahwa pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan presiden maupun wakil presiden hanya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Langkah penundaan pemilu yang tidak sejalan dengan amanat konstitusi merupakan jalan yang bertentangan dengan reformasi. Bahkan, sikap tersebut dapat tergolong bentuk menyepelekan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi konstitusi negara.

    Berdasarkan sejarah hukum positif Indonesia, konstitusi memang bisa diubah, namun hanya dalam kondisi yang sangat genting. Sebagai contoh adanya Hukum Tata Negara Darurat yang pernah diberlakukan pada saat era-era mendekati kemerdekaan. Penundaan pemilu dalam sejarah Indonesia  hanya pernah terjadi sekali, yakni pada Pemilu 1945 yang ditunda hingga 1955. Penundaan saat itu karena kondisi Indonesia yang baru merdeka dan masih sering mendapatkan agresi militer dari pasukan sekutu. Jika melakukan hal tersebut di masa sekarang, dinilai tidak memiliki urgensi yang pasti. Amandemen konstitusi semestinya dilakukan dengan pertimbangan untuk generasi selanjutnya, bukan hanya kepentingan saat ini. Oleh karena itu, jika alasan para elit adalah mengubah konstitusi karena isu pandemi adalah tindakan yang tidak tepat.

    Menurut Delia Wildianti seorang Peneliti Puskapol UI mengatakan Common enemy bangsa Indonesia saat ini bukanlah rezim otoriter, tetapi demokrasi itu sendiri. Demokrasi telah dikorupsi oleh elit politik yang berhasil mentransformasikan diri melalui pintu demokrasi. Penundaan pemilu merupakan salah satu contoh tindakan yang tidak demokratis dan bisa mengarah kepada sistem otoriter. Sebagai contoh negara otoriter yang disebabkan oleh penundaan Pemilu adalah Rusia. Negara yang melancarkan invasi ke Ukraina itu melegalkan pengubahan Undang-Undang Dasar. Hal ini menyebabkan Vladimir Putin menjadi presiden seumur hidup di Rusia. Negara lain, Guinea mengalami kudeta militer akibat melakukan perpanjangan masa jabatan tiga periode. Melihat beberapa negara tersebut, hendaknya kita perlu berhati-hati dengan usulan perpanjangan periode oleh elit politik.

    

    Berdasarkan Jajak Pendapat “Kompas” Pemilu diharapkan tetap digelar sesuai kesepakatan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu. Ide penundaan pemilu diyakini hanya sekadar ekspresi kepentingan politik sesaat. Publik meyakinibahwa pemilu harus tetap digelar dengan agenda pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Kesimpulan tersebut terekam dari hasil jajak pendapat Kompas satu pekan terakhir yang menyebutkan, sebagian besar responden (62,3 persen) menyatakan setuju pemilihan umum tetap digelar pada 14 Februari 2024 sesuai yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum pada pertengahan Februari lalu. Sikap ini menjawab wacana yang santer dibicarakan banyak orang, termasuk saat ini masih dikumandangkan oleh para politisi, yakni soal penundaan pemilu.

    Tentu kita tidak ingin mengulang luka lama dengan pemerintahan yang memiliki periode jabatan sampai seumur hidup dan terindikasi otoriter dalam kebijakannya. Oleh karena itu, jika alasan persoalan yang digaungkan pihak elit itu adalah alasan pandemi dan beban biaya pemilu yang tinggi, maka dapat diatasi dengan penyederhanaan pemilu. Pemilu 2024 tidak bisa ditunda karena ini merupakan amanat konstitusi serta pembatasan masa jabatan presiden yang juga merupakan amanat reformasi.


Posting Komentar

0 Komentar