KAJIAN ISU STRATEGIS #1
Vonis Mati Ferdy Sambo, Sudahkah Tepat?
Latar
Belakang
Pada 8 Juli 2022 kemarin publik
dikejutkan dengan pemberitaan mengenai insiden “polisi tembak polisi” antara
dua ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yaitu Richard Eliezer (Bharada
E) dan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J), yang menyebabkan tewasnya
Brigadir J dalam insiden tersebut. Keterangan awal Mabes Polri menyatakan bahwa
peristiwa tersebut dipicu oleh pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J
terhadap istri Ferdy Sambo, yakni Putri Candrawathi. Namun terdapat sejumlah
kejanggalan atas wafatnya Brigadir J tersebut. Salah satunya Bharada E sama
sekali tidak terluka dan tertembak, padahal dalam keterangan awal pihak
kepolisian juga disebutkan bahwa pistol dari Brigadir J mengeluarkan tujuh
peluru.[1]
Setelah mendapatkan atensi
publik yang cukup tinggi, akhirnya Mabes Polri membentuk Tim Khusus. Berdasarkan
hasil investigasi Tim tersebut, Mabes Polri akhirnya menetapkan lima orang
tersangka. Mereka adalah Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka Ricky Rizal, Kuwat
Ma’ruf, dan Putri Candrawathi. Kasus pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa
Ferdy Sambo mulai bergulir di pengadilan sejak 17 Oktober 2022.[2] Di samping dugaan
pembunuhan, Ferdy Sambo juga didakwa telah melakukaan perintangan penyidikan (obstruction
of justice). Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ferdy Sambo Kesatu, dengan
Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsidair, Pasal 338 KUHP jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua, pertama primair Pasal 49 jo Pasal 33 UU No.
19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) jo Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsidair, Pasal 48 jo Pasal 32 ayat (1) UU ITE jo Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau kedua, primair pasal 233 KUHP jo Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP. Subsidair, Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.[3]
Setelah melalui rangkaian
panjang persidangan, akhirnya pada 13 Februari 2023 majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis pidana mati atas terdakwa Ferdy Sambo.
Putusan majelis Hakim tersebut melebihi tuntutan jaksa (ultra petita),
yang sebelumnya hanya menuntut pidana penjara seumur hidup atas mantan Kadiv
Propam Polri tersebut. Adapun hal yang memberatkan Ferdy Sambo dalam
pertimbangan Majelis Hakim diantaranya:[4]
1. Perbuatan terdakwa
dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi selama tiga tahun;
2.
Perbuatan terdakwa
mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga Brigadir J;
3.
Perbuatan terdakwa
menyebabkan kegaduhan di masyarakat;
4.
Bukan kelakuan
yang pantas bagi seorang penegak hukum seperti terdakwa;
5. Perbuatan terdakwa
telah mencoreng institusi Polri baik di kancah nasional maupun internasional;
6.
Perbuatan terdakwa
menyebabkan anggota Polri lainnya terlibat;
7.
Terdakwa
berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya.
Sesuai Harapan Publik?
Atas putusan di atas, banyak
masyarakat Indonesia yang memuji keberanian Hakim. Karena di tengah tekanan
dalam menyelesaikan perkara tersebut, terlihat bagaimana mejelis Hakim mencoba menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal tersebut selaras dengan pendapat
Mahfud MD selaku Menko Polhukam, menurutnya vonis mati yang dijatuhkan hakim
kepada Ferdy Sambo telah sesuai dengan rasa keadilan publik.[5]
Penegakan keadilan dalam
kehidupan bermasyarakat memiliki arti penting dalam upaya membangun peradaban
bangsa yang bermartabat. Tidak akan maju peradaban dari suatu bangsa apabila
tidak didasarkan atas peri kehidupan berkeadilan. Keadilan adalah tujuan akhir dari sebuah
sistem hukum, yang memiliki hubungan erat dengan fungsi sistem hukum sebagai
sarana untuk mendistribusikan dan memelihara suatu alokasi nilai-nilai dalam
masyarakat, yang ditanamkan dengan suatu pandangan kebenaran, yang secara umum
merujuk kepada keadilan.[6]
Perspektif HAM
Meskipun vonis Ferdy Sambo
disambut baik oleh banyak masyarakat Indonesia, namun nyatanya juga mendapatkan
pertentangan oleh para aktivis HAM. Menurut mereka, pada prinsipnya sebagaimana
yang telah digariskan dalam Konstitusi bahwa hak untuk hidup adalah HAM yang
tidak dapat diganggu gugat. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 28A dan
28I UUD NRI 1945, yang masing-masing menyebutkan:
Pasal 28A
“Setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Pasal 28I ayat (1)
“Hak untuk hidup, hak untuk
tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.
Ketentuan tersebut juga
diakomodir dalam Pasal 4 dan Pasal 9 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Hak atas hidup sebagai HAM yang tidak dapat diganggu gugat (non derogable
right), juga terdapat dalam instrumen hukum internasional. Seperti pada Universal
Declaration of Human Rights 1948 dan pada International Covenant on
Civil and Political Rights 1966 (ICCPR 1966) yang telah diratifikasi oleh
Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005. Pun
sejatinya dalam teori pemidanaan, pidana mati hanya bertujuan untuk pembalasan
semata. Sehingga tidak akan pernah tercapai kemanfaatan dalam penjatuhan hukum,
hal tersebut jugalah yang menjadi pertimbangan oleh banyak negara dunia
meninggalkan hukuman pidana mati dewasa ini.[7]
Reformasi Polri Adalah Keniscayaan
Disebabkan putusan dalam perkara ini belum berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Maka belumlah dapat dipastikan apa hukuman yang nantinya akan dijalankan oleh Ferdy Sambo. Namun terlepas dari itu semua, bagaimana seharusnya kasus ini dapat menjadi momentum bagi institusi Polri sebagai salah satu unsur aparat penegak hukum di tanah air untuk bereformasi ke arah yang lebih baik lagi. Sehingga kepercayaan masyarakat dapat terjada adanya. Kegaduhan atas insiden tersebut tentu menjadi suatu ironi, karena sejatinya Polrilah yang harus mendeterminasi keamanan dan ketentraman di tengah masyarakat. Hal tersebutlah yang ditegaskan dalam norma Pasal 4 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia yang menggariskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada msyarakat, serta terbinanya ketentraman dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Referensi
Ismail
Rumadan, Peran Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum Dalam Menegakkan
Keadilan Bagi Terwujudnya Perdamaian, Jurnal Rechtsvinding, (2017), Vol.
6, No. 1, hlm. 70.
Krisnadi Bremi,
Politik Hukum Pidana Terhadap Pidana Mati Pelaku Pembunuhan Berencana Pasal 340
KUHPIDANA, Jurnal Ilmiah Publika, (2021), Vol. 9, No. 1, hlm. 47
Kompas.com, Ferdy
Sambo Divonis Mati, Ini Jejak Kasus Pembunuhan Brigadir J, https://www.kompas.com/tren/read/2023/02/14/080500565/ferdy-sambo-divonis-mati-ini-jejak-kasus-pembunuhan-brigadir-j?page=all, diakses pada 21 Februari 2023.
Hukumonline, Ini
Jeratan Pasal Dakwaan Ferdy Sambo dkk, https://www.hukumonline.com/berita/a/ini-jeratan-pasal-dakwaan-ferdy-sambo-dkk-lt6345203ed1c9d, diakses pada 21 Februari 2023.
Tempo.co, Menyimak
Lagi Deretan Pertimbangan Hakim Jatuhkan Hukuman Mati ke Ferdy Sambo, https://nasional.tempo.co/read/1691567/menyimak-lagi-deretan-pertimbangan-hakim-jatuhkan-hukuman-mati-ke-ferdy-sambo, diakses pada 21 Februari 2023
Tempo.co, Ragam
Reaksi atas Vonis Mati Ferdy Sambo, https://nasional.tempo.co/read/1691012/ragam-reaksi-atas-vonis-mati-ferdy-sambo, diakses pada 21 Februari 2023
[1] https://www.kompas.com/tren/read/2023/02/14/080500565/ferdy-sambo-divonis-mati-ini-jejak-kasus-pembunuhan-brigadir-j?page=all
[2] ibid
[3] https://www.hukumonline.com/berita/a/ini-jeratan-pasal-dakwaan-ferdy-sambo-dkk-lt6345203ed1c9d
[4] https://nasional.tempo.co/read/1691567/menyimak-lagi-deretan-pertimbangan-hakim-jatuhkan-hukuman-mati-ke-ferdy-sambo, diakses pada 21 Februari 2023
[5] https://nasional.tempo.co/read/1691012/ragam-reaksi-atas-vonis-mati-ferdy-sambo, diakses pada 21 Februari 2023
[6] Ismail Rumadan, Peran
Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum Dalam Menegakkan Keadilan Bagi
Terwujudnya Perdamaian, (2017), Jurnal Rechtsvinding, Vol. 6, No. 1,
hlm. 70.
[7] Krisnadi Bremi, Politik
Hukum Pidana Terhadap Pidana Mati Pelaku Pembunuhan Berencana Pasal 340
KUHPIDANA, (2021), Jurnal Ilmiah Publika, Vol. 9, No. 1, hlm. 47
0 Komentar