Menilik Penegakan Kode
Etik Profesi
Polri
Oleh
Akiko Ivana
Kasus Pembunuhan Brigadir Joshua Hutabarat oleh Ferdy
Sambo pada Juli 2022 lalu membuat gempar seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Setelah
menjalani serangkaian penyidikan, Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka, atas tindak pidana yang ia lakukan. Sebelum dipersidangkan di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan oleh Pihak Kepolisian sebagai bentuk pertanggungjawaban
atas jabatan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan yang dipangku oleh Ferdy Sambo.
Atas kejahatan yang dilakukannya, Komisi Kode Etik Profesi Polri menjatuhi sanksi
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal
11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 Tentang
Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara yang menggariskan bahwa “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
diberhentikan tidak dengan hormat apabila: a. melakukan tindak pidana; b. melakukan
pelanggaran; c. meninggalkan tugas atau hal lain.” Lebih lanjut, ketentuan
mengenai tindak pidana yang dimaksud oleh Pasal 11 diperinci di dalam Pasal 12 ayat (1) yaitu pidana yang dijatuhkan
telah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan menurut pertimbangan para pejabat
berwenang tak dapat dipertahankan dalam Kepolisian.
Jika melihat kasus pembunuhan ini, baik korban maupun
pelakunya merupakan aparat kepolisian. Hal tersebut tentu menjadi suatu ironi, Polri yang semestinya menjadi
“tempat berlindung” bagi masyarakat atas berbagai ancaman, justru menjadi sumber ancaman dalam kasus ini. Di samping itu,
kasus ini merupakan
suatu bentuk pengingkaran atas amanat yang terkandung dalam fungsi Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan
hukum, dan
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Ketentuan tersebut sebagaimana yang
terkandung dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Polisi dalam
menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya sudah dibekali oleh pedoman yang baik
yaitu berupa ketentuan kode etik profesi polri. Namun, pada penerapannya masih ada anggota kepolisian dalam menjalankan tugasnya tidak
mematuhi aturan tersebut. Bahkan tidak sedikit terjadi anggota kepolisian yang bersangkutan turut serta dalam perbuatan pidana, yang mana berdampak kepada hilangnya kepercayaan masyarakat
terhadap aparat kepolisian. Padahal kepolisian
adalah pilar penting dalam menegakkan keadilan dan
keamanan masyarakat. Pihak kepolisian juga harus memiliki citra yang baik di masyarakat agar kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian tidak berkurang yaitu dengan tidak melanggar aturan kepolisian yang tertuang di dalam peraturan yang
berlaku.
Pengaturan terhadap aspek untuk menjalankan tugas dan fungsinya seorang
anggota Polri juga mesti memperhatikan Kode Etik profesinya. Pengaturan mengenai kode etik
tersebut saat ini diakomodir dalam Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022
tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Berdasarkan
Pasal 1 angka 1 Peraturan tersebut disebutkan yang dimaksud dengan Kode Etik
Profesi Kepolisian adalah norma atau aturan moral baik tertulis maupun tidak
tertulis yang menjadi pedoman sikap, perilaku dan perbuatan pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas, wewenang, tanggung jawab serta
kehidupan sehari-hari. Penafisran kode etik profesi secara luas dikatakan
sebagai bentuk sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan apa yang benar dan baik, apa yang tidak benar dan tidak baik
bagi profesional. Kode etik profesi lahir dari lembaga atau organisasi profesi
itu sendiri yang kemudian mengikat secara moral bagi seluruh anggota yang
tergabung dalam organisasi profesi tersebut.
Namun dalam praktiknya, pelanggaran
kode etik oleh anggota Polri cukup jamak terjadi. Misalnya sebagaimana yang dilansir pada katadata.co.id terdapat 1.305 kasus pelanggaran Kode Etik pada tahun
2021 dan pada tahun 2022 meningkat menjadi 1.903 kasus seperti yang disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit
Prabowo dalam tayangan YouTube Humas Polri pada Sabtu 31 Desember 2022 lalu. Jika dikaji secara yuridis, penegakan Kode
etik Profesi Polri pada dasarnya sudah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan amanat Konstitusi. Melalui Komisi Kode Etik Profesi, Polri berusaha menghadirkan
kepastian hukum dalam rangka mereformasi institusi Polri demi terwujudnya
kredibilitas dan profesionalisme di dalam Polri itu sendiri. Dalam hal ini,
upaya Polri merupakan bentuk konkret agar tetap bisa menghadirkan kenyamanan
dan memberikan perlindungan bagi masyarakat luas.
0 Komentar