Kajian Isu Strategis #3 (Edisi 2023)

 

 KAJIAN ISU STRATEGIS

BIDANG PENGKAJIAN KOMBAD JUSTITIA

 

“Menyikapi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Terkait Penundaan Pemilu”


A.    Latar Belakang

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang dibacakan pada tanggal 2 Maret 2023 silam menuai polemik di tengah-tengah masyarakat. Pasalnya putusan ini menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berkedudukan sebagai Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilu dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari. Secara tidak langsung memerintahkan agar Pemilu di Indonesia ditunda dan dilaksanakan lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari sejak putusan ini dibacakan.[1]

Putusan ini terbit sebagai pengabulan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap KPU yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Partai Prima). Perkara ini berpangkal dari hasil verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu yang dilakukan KPU RI yang menyatakan Partai Prima berstatus Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Konsekuensi dari hasil verifikasi ini adalah Partai Prima tidak bisa mengikuti tahapan Pemilu selanjutnya berupa verifikasi faktual Partai Politik Calon Peserta Pemilu Tahun 2024.[2]

Beragam reaksi publik bermunculan menyikapi putusan ini, mulai dari mempertanyakan kompetensi dari PN Jakpus dalam mengadili perkara ini, motif hakim dalam menjatuhkan putusan, hingga mempertanyakan konstitusionalitas Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tersebut. [3]

 

B.    Upaya Mencari Keadilan Untuk Partai Prima

Refly Harun selaku Pakar Hukum Tata Negara (HTN) berpendapat bahwa “upaya Partai PRIMA mencari keadilan akibat penilaian KPU yang tidak meloloskan tahap verifikasi tak boleh dilarang”.[4] Hal ini dikarenakan Partai Prima sudah menempuh berbagai cara. Mulai ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kendatipun kandas, hingga akhirnya menang di PN Jakpus. Upaya yang telah ditempuh oleh Partai Prima dalam memperoleh keadilan yaitu sebagai berikut:[5]

1.     Mengajukan Keberatan kepada Bawaslu RI melalui sengketa proses pemilihan umum

Setelah ditetapkannya Berita Acara Nomor: 232/PL.01.1- BA/05/2022 tentang Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilihan Umum tanggal 13 Oktober 2022 beserta Lampiran yang telah menyatakan Pengugat Tidak Memenuhi Syarat (TMS), Penggugat mengajukan keberatan kepada Bawaslu RI melalui sengketa proses pemilihan umum. Kemudian Bawaslu telah memeriksa dan memutus perkara a quo pada tanggal 4 November 2022 dengan amar putusan yang pada intinya berisi:

a.     Mengabulkan permohonan Partai Prima untuk sebagian;

b.     Membatalkan berita Acara Nomor: 232/PL.01.1- BA/05/2022 tentang Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilihan Umum tanggal 13 Oktober 2022;

c.     Memerintahkan KPU untuk memberi kesempatan kepada pemohon untuk melakukan penyampaian dokumen persyaratan perbaikan selama 1x24 jam;

d.     Memerintahkan Termohon untuk memberitahukan Pemohon mengenai kesempatan penyampaian dokumen persyaratan perbaikan selambat-lambatnya 1x24 jam sebelum pelaksanaan perbaikan dan penyampaian dokumen persyaratan partai politik peserta Pemilu dimulai.

2.  Mengajukan Keberatan kepada KPU dengan Mengirimkan Surat Permohonan Input Dokumen Perbaikan Keanggotaan di 5 (lima) Kabupaten/Kota melalui Surat Nomor 157/B/DPP-PRIMA/XI/2022 tanggal 11 November 2022. Namun setelah melakukan Verifikasi Administrasi Perbaikan, KPU kembali menyatakan bahwa Partai Prima Tidak Memenuhi Syarat (TMS).

3.     Mengajukan Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta

Selain mengajukan Sengketa Proses Pemilu di Bawaslu, Partai Prima juga mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan nomor register perkara: 425/G/2022/PTUN.JKT tertanggal 30 November 2022. Dengan objek sengketa berupa Berita Acara Nomor: 275/PL.01.1-BA/05/2022 tanggal 18 November 2022. Terhadap gugatan a quo, Ketua Pengadilan TUN mengeluarkan Penetapan Dismissal Proses dengan nomor: 425/G/2022/PTUN.JKT tanggal 8 Desember 2022 yang menetapkan bahwa gugatan dari Partai Prima tidak diterima serta menyatakan bahwa Pengadilan TUN Jakarta tidak berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara yang diajukan oleh Partai Prima.

 

Dengan berbagai langkah yang telah diupayakan oleh Partai Prima dalam memperoleh keadilan, maka penting untuk mempertimbangkan langkah Partai Prima membawa perkara ini ke PN Jakpus. PN Jakpus dianggap sebagai langkah terakhir bagi Partai Prima dalam memperoleh hak kontitusionalnya sebagaimana yang diatur dalam:

1.     Pasal 28: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”;

2.     Pasal 28D ayat 1: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”

3.     Pasal 28D ayat 3: “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”;

4.     Pasal 281 ayat 2: “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”;

Hak tersebut diperkuat kembali dengan, Pasal 12 huruf a UU Partai Politik yang dengan tegas menyatakan bahwa: "Partai Politik berhak memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara”. Dengan berlandaskan pada ketentuan-ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya yang ditempuh Partai Prima adalah upaya yang sah apabila diorientasikan sebagai langkah terakhir untuk mencari keadilan terhadap apa yang dialaminya.

 

C.    Sudah Tepatkah?

Penyelesaian perkara antara Partai Prima dan KPU melalui proses penyelesaian yang pelik. Setelah merasa tidak mendapatkan keadilan atas sikap yang ditunjukkan oleh KPU, Partai Prima kemudian menempuh berbagai cara untuk memperjuangkan keadilan. Dimulai dengan pengajuan keberatan kepada Bawaslu hingga pada akhirnya melalui Putusan PN Jakpus.

Perlu dipahami, bahwa sengketa yang terjadi antara Partai Prima dan KPU adalah sengketa proses pemilihan umum. Berdasarkan Pasal 466 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), sengketa proses pemilihan umum didefinisikan sebagai sengketa proses Pemilu yang meliputi sengketa yang terjadi antar peserta Pemilu dan sengketa peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU, Keputusan KPU Provinsi, dan Keputusan KPU Kabupaten/Kota.[6]

Pada dasarnya, kompetensi absolut (absolute competentie) atau kewenangan mutlak adalah kewenangan suatu badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan Pengadilan lain.[7] Secara jelas dan nyata penyelesaian sengketa proses Pemilu merupakan kompetensi absolut dari Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal ini dilandaskan pada Pasal 468 dan Pasal 469 UU Pemilu yang mengatur mengenai Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu di Bawaslu serta Pasal 470 hingga Pasal 472 UU Pemilu yang mengatur mengenai Penyelesaian Sengketa Pemilu di PTUN.

Dengan dasar hukum kewenangan penyelesaian sengketa proses Pemilu di atas, dapat disimpulkan bahwa PN Jakpus tidak memiliki wewenang untuk mengadili dan memutus perkara atas permasalahan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh badan/pejabat pemerintahan. Hal tersebut dipertegas dalam  Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan mengadili Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) telah mengatur bahwa penyelesaian perkara tersebut merupakan kewenangan PTUN. Adapun yang dimaksud dari tindakan pemerintahan merupakan tindakan pejabat pemerintah/penyelenggara negara untuk melakukan dan/atau tidak melakukan sesuatu tindakan konkret dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan vide Pasal 1 angka 1 PERMA Nomor 2 Tahun 2019. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) pada intinya menyebutkan bahwa perkara perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintah adalah kompetensi absolut dari PTUN.

Dengan ditetapkannya Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tentang Penundaan Pemilu, menjadi hal yang wajar ketika terjadi polemik di kalangan masyarakat. Sebab putusan ini ditanggapi dengan berbagai perspektif, tidak sedikit masyarakat yang mendukung putusan ini dikarenakan mempertimbangkan hak-hak Partai Prima sebagai partai politik di Indonesia yang telah dijamin haknya dalam UUD NRI Tahun 1945 serta dalam UU partai politik. Namun apabila melihat dari perspektif kewenangan penyelesaian sengketa proses Pemilu yang menghadapkan Partai Prima sebagai Penggugat dan KPU sebagai Tergugat, maka jelas PN Jakpus bukanlah lembaga peradilan yang tepat untuk menyelesaikannya. Melainkan sengketa ini mesti diselesaikan oleh Bawaslu dan PTUN sebagai sebagai lembaga yang diberikan kewenangan dalam UU Pemilu. Dengan hadirnya Putusan PN Jakpus tentang Penundaan Pemilu tersebut, secara spontan menarik perhatian masyarakat yang kemudian menyikapinya dengan mempertanyakan kewenangan dari PN Jakpus dalam perkara ini, serta juga menghadirkan opini terkait adanya dugaan “kongkalikong” dalam penetapan putusan tersebut. Sebab dirasa sangat janggal bagaimana mungkin para hakim dalam perkara ini menjatuhkan putusan serupa itu, bahkan terkesan menentang Konstitusi. Karena berdasarkan Pasal 22E ayat (1) secara eksplisit digariskan bahwa Pemilu dilaksanakan selama 5 tahun sekali.

Sejatinya upaya mencari keadilan merupakan hak bagi seluruh rakyat Indonesia, hal ini telah menjadi hak konstitusional yang termaktub dalam UUD NRI 1945. Namun seyogianya dalam upaya mencapai keadilan sangat diperlukan pertimbangan terkait tempat yang tepat untuk memperoleh keadilan tersebut. Begitu juga dengan lembaga peradilan, semestinya juga menyadari akan batasan-batasan kewenangan yang ia miliki agar keadilan yang sama-sama ingin diperjuangkan dapat diletakkan sesuai dengan tempatnya (prinsip proporsionalitas). Dengan adanya pengetahuan dan kesadaran akan hal tersebut, diharapkan kedepannya tidak terjadi kembali putusan-putusan pengadilan kontroversial dan bahkan terkesan membangkang Konstitusi serupa putusan PN Jakpus ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR LITERATUR

 

Jamil, “Evaluasi Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum Dalam Perspektif        Konsturksi Hukumnya.” Jurnal Perspektif, Vol. 25, No. 1, 2020.

Erlis Setiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi. Jakarta:           Raja Grafindo Persada, 2013.

Hukumonline, Polemik Hukum Putusan PN Jakarta Pusat Penundaan Tahapan Pemilu, https://www.hukumonline.com/stories/article/lt640c530144885/polemik-hukum-putusan-pn-jakarta-pusat-penundaan-tahapan-pemilu, diakses pada tanggal 16 April 2023, Pukul 11.15 WIB.

Hukumonline, Melihat Pertimbangan Hukum Putusan PN Jakpus Penundaan Pemilu, https://www.hukumonline.com/berita/a/melihat-pertimbangan-hukum-putusan-pn-jakpus-penundaan-pemilu-lt64096c1bd039c?page=1, diakses pada tanggal 16 April 2023, Pukul 11.19 WIB.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

 



[1] Hukumonline, Polemik Hukum Putusan PN Jakarta Pusat Penundaan Tahapan Pemilu, Polemik Hukum Putusan PN Jakarta Pusat Penundaan Tahapan Pemilu (hukumonline.com), diakses pada tanggal 16 April 2023, Pukul 11.15 WIB.

[2] Ibid.

[3] Hukumonline, Melihat Pertimbangan Hukum Putusan PN Jakpus Penundaan Pemilu, Melihat Pertimbangan Hukum Putusan PN Jakpus Penundaan Pemilu (hukumonline.com), diakses pada tanggal 16 april 2023, Pukul 11.19 WIB.

[4] Ibid.

[5] Pertimbangan Hakim Dalam Pokok Perkara Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

[6] Jamil, “Evaluasi Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum Dalam Perspektif Konsturksi Hukumnya”, Jurnal Perspektif, Vol. 25, No. 1, 2020, hlm. 15.

[7] Erlis Setiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 193.

Posting Komentar

0 Komentar