Mempersoalkan Penundaan Pemilu Tahun 2024

 

Mempersoalkan Penundaan Pemilu Tahun 2024

Oleh : Athira Putri Khairunisa (2210112082)


Sejalan dengan persiapan pesta demokrasi yakni Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024, muncul tantangan baru bagi masyarakat Indonesia khususnya bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku lembaga penyelenggara Pemilu. Tantangan tersebut berasal dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Nomor 757/Pdt.G/2022/PT.Jkt.Pst yang memutuskan bahwa KPU harus menunda Pemilu hingga dari jadwal yang semula direncanakan. Dengan adanya wacana penundaan Pemilu ini, dinilai dapat mencederai konstitusi Indonesia sendiri yaitu Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Negara Republik Indonesia (UUD 1945 NRI) tepatnya pada Pasal 22E ayat (1), yang menegaskan bahwa Pemilu harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.

Putusan PN Jakpus tersebut dilatarbelakangi atas gugatan perbuatan melawan hukum yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) kepada lembaga penyelenggara Pemilu yaitu KPU. Gugatan tersebut dilayangkan atas dugaan pelanggaran administrasi Pemilu, yang menyebabkan Partai Prima tidak lolos tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Sebelumnya pada Oktober 2022, Partai Prima diputuskan tidak lolos tahapan verifikasi administrasi dan otomatis tidak dapat mengikuti verifikasi faktual calon peserta Pemilu 2024 oleh KPU. Setelah itu, Partai Prima pun mengajukan proses hukum ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan berakhir dengan diperbolehkannya Partai Prima kembali melakukan verifikasi administrasi. Namun ternyata Partai Prima tetap dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam verifikasi administrasi ulang oleh KPU. Hal ini membuat Partai Prima merasa dirugikan karena menurut mereka hal tersebut dapat mencederai hak mereka atas keikutsertaan dalam pesta demokrasi yang akan datang.

Majelis Hakim PN Jakpus memutuskan bahwa KPU harus menghentikan dan menunda tahapan Pemilu terhitung sejak tanggal 2 Maret 2023 selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan diucapkan. Kemudian hakim juga mendapati fakta-fakta yang membuktikan terjadinya error pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Penundaan Pemilu menimbulkan kontroversi dan memancing kritik dari berbagai kalangan. Pasalnya urgensi dari Pemilu itu sendiri berpengaruh terhadap legitimasi kekuasaan di Indonesia dan masyarakat Indonesia.

Penundaan Pemilu kendati tidak disejelaskan secara spesifik dalam UU Pemilu, namun ada kondisi yang dapat dikatakan dengan penundaan pemilu itu sendiri yang dikenal dengan istilah pemilu lanjutan dan pemilu susulan. Akan tetapi penundaan tersebut haruslah berdasar atas faktor-faktor yang telah ditetapkan atau dengan kata lain ‘masuk akal’. Hal terebut sesuai yang diatur dalam Pasal 431 dan Pasal 432 UU Pemilu, faktor yang dapat menyebabkan penundaan Pemilu, yaitu: terjadinya kerusuhan, bencana alam, gangguan keamanan negara, dll. Jika dilihat dari kasus Partai Prima, penundaan Pemilu dirasa kurang tepat karena tidak ada urgensi di dalamnya.

Penundaan Pemilu yang ada hanyalah merugikan rakyat Indonesia dan membuat KPU menjadi terzolimi. Sementara itu, KPU sendiri telah memberikan kesempatan kepada Partai Prima untuk memverifikasi ulang datanya. Partai Prima juga melaporkan bahwa KPU tidak melaksanakan putusan Bawaslu Nomor 002/PS.REG/Bawaslu/X/2022 tanggal 4 November 2022 yaitu memberikan kesempatan kepada Partai Prima untuk melakukan perbaikan terhadap dokumen persyaratan selama 1x24 jam. Tetapi faktanya, KPU bahkan menerbitkan Keputusan KPU Nomor 460 Tahun 2022 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyerahan Dokumen Persyaratan Perbaikan, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD sebagai tindak lanjut putusan Bawaslu terhadap Partai Prima tertanggal 8 November 2022.

Terlepas dari hasil putusan PN Jakpus, gugatan yang diajukan oleh Partai Prima kepada PN Jakpus tersebut sudah keliru. Hal ini dikarenakan gugatan perdata yang dilayangkan Partai Prima kepada KPU seharusnya hanya mengikat kedua belah pihak saja, bukan malah mengikat seluruh masyarakat Indonesia dengan menunda Pemilu. Konteks Pemilu haruslah diselesaikan dengan lingkup dan prosedur yang ditetapkan dalam penyelesaian pelanggaran, sengketa proses, sengketa hasil, dan pidana Pemilu. Dalam konteks kasus ini adalah dugaan atas pelanggaran proses pemilu dan yang berwenang untuk menyelesaikannya hanyalah PTUN dan Bawaslu.

Oleh karenanya KPU memiliki hak untuk mengajukan banding atas putusan PN Jakpus terebut. KPU mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta pada tanggal 10 Maret yang lalu.  Akhirnya Kontroversi antara KPU, Partai Prima, dan PN Jakpus ini berakhir dengan dikabulkannya banding KPU oleh PT DKI Jakarta dan menolak permohonan Partai Prima. Dengan adanya Putusan PT DKI Jakarta tersebut dapat menganulir putusan PN Jakpus yang sebelumnya mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU. PT DKI Jakarta juga menganggap bahwa perkara KPU dan Partai Prima ini tidak seharusnya diadili di ranah PN Jakpus.

Oleh karena itu, dengan dikabulkannya banding tersebut KPU dapat menjalankan kembali tugasnya yaitu mempersiapkan Pemilu 2024. Kendati PT DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding KPU, tidak mempengaruhi proses Partai Prima dengan KPU dan ikut serta dalam pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada tahun 2024 mendatang. Pada akhirnya sistem demokrasi Indonesia kembali normal dan Pemilu dapat diselenggarakan tepat waktu. Akan tetapi selama putusan PT Jakarta tersebut belum berkekuatan hukum tetap, penundaan pemilu akan terus mengintai pesta demokrasi di republik ini.

 

 

Posting Komentar

0 Komentar