CATATAN KELAM 2024: TRAGEDI
PEMBUNUHAN MERAJALELA, MASA DEPAN HAM DI AMBANG KRISIS!
Tahun 2024 menjadi tonggak penting dalam sejarah
penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia, khususnya terkait tindak pidana
pembunuhan. Lonjakan kasus pembunuhan dan lemahnya respons penegakan hukum
menimbulkan kekhawatiran serius tentang masa depan HAM di Indonesia. Hak untuk
hidup yang dijamin oleh konstitusi dan berbagai instrumen hukum internasional
tampak terancam, terutama ketika kejahatan pembunuhan tidak ditangani secara
cepat dan tegas.
1.
PENTINGNYA
HAK UNTUK HIDUP
Indonesia mengakui hak untuk hidup sebagai hak dasar
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Pasal 28A UUD 1945 menyatakan
bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup dan berhak atas perlindungan kehidupan
dan penghidupannya.” Lebih lanjut, Pasal 28I ayat (1) dengan jelas menyatakan
bahwa hak untuk hidup merupakan hak yang tidak dapat dicabut. Inilah landasan
konstitusional perlindungan hak asasi manusia yang wajib dihormati oleh negara.
Selain itu, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
memberikan sanksi hukum yang tegas terhadap pembunuhan. Pasal 338 KUHP
mengatur, barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, dapat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Jika pembunuhan dilakukan
dengan sengaja, maka pidananya dapat ditambah menjadi hukuman mati atau penjara
seumur hidup sesuai ketentuan Pasal 340 KUHP.
Selain hukum nasional, Indonesia juga terikat oleh
kewajiban internasional berdasarkan ratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil
dan Politik (ICCPR) yang pada Pasal 6 mengakui hak untuk hidup sebagai hak asasi
yang tidak boleh dilanggar. Pelanggaran hak hidup melalui pembunuhan merupakan
pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan patut mendapat perhatian penuh
dari Negara.
2.
SURAMNYA
PENEGAKAN HUKUM DALAM KASUS PEMBUNUHAN
Tahun 2024
menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah kasus pembunuhan, mulai dari
kekerasan domestik hingga pembunuhan berencana oleh tokoh-tokoh berpengaruh.
Penanganan yang lamban terhadap berbagai kasus yang terjadi menyoroti
ketidakefektifan sistem hukum dalam menjamin perlindungan hak hidup. Banyak
pelaku yang masih bebas atau menerima hukuman yang tidak setimpal, yang
menciptakan iklim ketidakadilan dalam masyarakat.
Impunity atau bebasnya pelaku dari hukuman
menjadi perhatian besar dalam catatan suram penegakan HAM di tahun ini. Ketika
pelaku pembunuhan tidak dijatuhi hukuman yang layak, kepercayaan masyarakat
terhadap sistem hukum akan semakin terkikis. Impunitas ini merupakan ancaman
langsung terhadap tatanan HAM, karena menormalisasi kekerasan dan kejahatan
yang ekstrem di tengah masyarakat.
3. IMPLIKASI TERHADAP MASA
DEPAN HAK ASASI MANUSIA
Jika kasus ini dibiarkan, Indonesia akan menghadapi
ancaman serius masa depan HAM, khususnya hak untuk hidup. Ketika negara gagal
menjamin hak untuk hidup melalui sistem peradilan yang adil dan transparan, hal
ini dapat menciptakan iklim ketakutan di mana kekerasan ekstrem dipandang
sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Tantangan terbesar bagi masa depan hak asasi manusia
di Indonesia terletak pada reformasi sistem penegakan hukum. Langkah konkrit
perlu dilakukan untuk memperbaiki mekanisme penanganan kasus pembunuhan, mulai
dari peningkatan kapasitas aparat penegak hukum hingga pembentukan lembaga
pengawas independen yang mampu memastikan seluruh kasus ditangani secara adil
dan transparan. Lemahnya penegakan hukum pada kasus pembunuhan tidak hanya
mengabaikan hak korban dan keluarganya namun juga membuka jalan bagi pelanggaran
HAM lainnya.
Selain itu, pelanggaran hak untuk hidup melalui
pembunuhan tanpa hukuman yang adil juga dapat berdampak negatif pada upaya
Indonesia untuk menerapkan komitmennya terhadap instrumen hak asasi manusia
internasional. ICCPR, yang diratifikasi oleh Indonesia, mengharuskan negara
untuk menghormati hak untuk hidup dan memastikan bahwa setiap pelanggaran
terhadap hak ini ditangani secara adil dan efektif. Kegagalan negara untuk
menegakkan hukum secara tegas dapat mencoreng citra Indonesia di dunia
internasional dalam hal perlindungan hak asasi manusia.
Jalan menuju reformasi hak asasi manusia (HAM) di
Indonesia memerlukan langkah-langkah kebijakan yang jelas dan konkrit. Langkah
penting yang harus diambil adalah reformasi sistem peradilan pidana. Sistem ini
perlu diperbarui agar lebih responsif dan transparan dalam menangani kasus
pembunuhan. Proses persidangan harus didasarkan pada prinsip due process,
yang menjamin keadilan tidak hanya bagi korban tetapi juga bagi pelaku. Dalam
proses ini, penegakan hukum harus dilakukan secara tegas dan adil agar kepercayaan
masyarakat terhadap sistem peradilan dapat pulih kembali.
Selanjutnya, perlu dilakukan penguatan mekanisme
pengawasan penanganan kasus pembunuhan. Organisasi pemantau independent,
seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Ombudsman harus
berpartisipasi lebih aktif dalam memantau penegakan hukum, terutama dalam
kasus-kasus yang melibatkan pelanggaran HAM berat. Keterlibatan
organisasi-organisasi ini sangat penting untuk mencegah impunitas dan
memastikan bahwa setiap kasus ditangani secara transparan dan adil, tanpa
pengaruh politik atau ekonomi yang dapat merugikan proses peradilan.
Lebih lanjut, pendidikan hak asasi manusia bagi aparat
penegak hukum merupakan langkah strategis yang sangat diperlukan. Polisi, jaksa
dan pejabat peradilan lainnya harus menerima pelatihan khusus mengenai
pentingnya hak untuk hidup dan bagaimana menegakkan hukum sesuai dengan standar
hak asasi manusia nasional dan internasional. Dengan pendidikan yang tepat,
diharapkan aparat penegak hukum dapat lebih memahami dan menghormati
prinsip-prinsip hak asasi manusia sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan
profesionalisme yang tinggi.
Sehingga negara harus memperkuat kebijakan terkait
perlindungan dan kompensasi korban tindak pidana pembunuhan. Negara mempunyai
tanggung jawab untuk melindungi hak-hak korban dan memastikan keadilan
ditegakkan. Pemberian kompensasi kepada keluarga korban merupakan salah satu
cara untuk menunjukkan kehadiran dan kepedulian Negara terhadap penderitaan
yang harus dialami oleh korban dan keluarganya. Hal ini juga membantu
memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan, yang sering
dianggap tidak adil.
Tahun 2024 akan menjadi tahun kelam bagi penghormatan
terhadap hak asasi manusia di Indonesia, khususnya hak untuk hidup yang berada
di ambang krisis. Lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana pembunuhan
dan meningkatnya impunitas para pelaku merupakan ancaman serius terhadap masa
depan hak asasi manusia. Reformasi sistem hukum yang komprehensif dan komitmen
negara yang kuat untuk memperbaiki kondisi ini sangat diperlukan. Masa depan
hak asasi manusia di Indonesia hanya akan cerah jika penegakan hukum dilakukan
secara adil, transparan, dan mendukung perlindungan hak hidup setiap individu.
REFERENSI
[1] Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
[2] Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP)
[3] International Covenant on Civil
and Political Rights (ICCPR)
[4] Hukumonline.com.
“Amnesty International: KUHP Baru Membuat Masa Depan HAM di Indonesia Makin
Suram”. Diakses pada 28 September 2024 Pukul 10.10 WIB di halaman
[5] Kompas.id.
“Amnesty International Indonesia: Wajah Masa Depan HAM Indonesia Suram. Diakses
pada 28 September 2024 Pukul 13.15 WIB di halaman https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/12/09/amnesty-international-wajah-masa-depan-ham-indonesia-suram
[6] Kompas.tv.
“Amnesty International: Masa Depan HAM di RI Suram, Pemerintah Setengah Hati
Ungkap Pelanggaran Berat”. Diakses pada 28 September 2024 Pukul 13.30 WIB di
halaman https://www.kompas.tv/article/356629/amnesty-international-masa-depan-ham-di-ri-suram-pemerintah-setengah-hati-ungkap-pelanggaran-berat
[7] Tirto.di.
“Amnesty Nilai Wajah Masa Depan HAM di RI Suram”. Diakses pada 29 September 2024
pada pukul 00.20 di halaman https://account.tirto.id/amnesty-nilai-wajah-masa-depan-ham-di-ri-suram-gzDy
0 Komentar