BARESKRIM POLRI TOLAK LAPORAN KANJURUHAN: PENISTAAN KEADILAN?
Kader Kombad Justitia
akikoivana123@gmail.com
Pada Tanggal 11 April lalu, santer berita mengenai penolakan Laporan Tragedi Kanjuruhan yang diajukan oleh sedikitnya 5 keluarga korban, seorang pengacara, dan perwakilan Badan LSM oleh Bareskrim Polri. Hal ini mengundang respon beragam dari publik, mengingat Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 masih belum menemui titik terang hingga saat ini. Meski sudah melalui serangkaian proses persidangan dan beberapa pelaku telah divonis pidana oleh pengadilan, namun masih banyak keluarga korban yang merasa belum mendapat keadilan. Mereka mendatangi Bareskrim Polri agar segera mengusut kembali pelaku-pelaku lain yang terlibat dalam kasus Tragedi Kanjuruhan namun belum tertangkap. Penolakan ini kemudian ditepis oleh Bareskrim Polri dengan mengatakan bahwa pihaknya bukan melakukan penolakan, tapi penundaan dikarenakan vonis hukum terkait Tragedi Kanjuruhan masih berlangsung sehingga belum memiliki kekuatan hukum yang tetap atau Inkrah. Bareskrim Polri menampik, bilamana kasus ini telah mencapai Inkrah, nantinya laporan keluarga korban akan segera ditindaklanjuti.
Tragedi Kanjuruhan bukan lagi sekedar isu nasional, bahkan FIFA sampai harus turun tangan untuk mendorong pemerintah bergerak cepat untuk mengusut tuntas kasus yang memakan ratusan korban ini. Menanggapi hal ini, pemerintah mengadakan proses litigasi untuk menghukum para pihak yang menjadi aktor dalam Tragedi Kanjuruhan, sekaligus memberikan sokongan psikis dan mental kepada para keluarga korban terdampak. Mungkin secara teoritis, upaya ini harusnya sudah dapat memuaskan masyarakat. Namun, dalam praktiknya tidak demikian. Ketidakpuasan pasti muncul dari berbagai kalangan, padahal disatu sisi, Pemerintah sebenarnya telah berupaya merevitalisasi dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Dikutip dari CNN Indonesia, masih banyak keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang merasa belum puas dengan upaya Pemerintah karena beranggapan bahwa masih ada pelaku lain yang belum terungkap. Hal inilah yang kemudian mendorong mereka untuk membuat laporan lagi ke Bareskrim Polri dengan tujuan agar kasus ini dapat dibuka kembali.
Namun perlu dicermati juga bahwasanya prosedur hukum tetap harus ditaati. Merujuk kepada Pasal 3 ayat (3) huruf b Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tidak Pidana mengatur: “Pada SPKT/SPK yang menerima laporan/pengaduan, ditempatkan Penyidik/Penyidik Pembantu yang ditugasi untuk Melakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya dibuatkan laporan polisi …” Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa Kepolisian berhak menilai apakah laporan/pengaduan yang masuk layak/tidak untuk dibuatkan laporan polisi melalui kajian awal. Bilamana ditemukan alasan hukum yang kuat untuk menyatakan laporan/pengaduan tersebut tidak layak, maka Kepolisian berhak untuk menolak atau tidak melayani laporan/pengaduan yang masuk. Dalam kasus laporan Kanjuruhan ini, dapat kita lihat bahwasanya Kepolisian memiliki alasan kuat yakni belum Inkrah nya vonis atau status hukum kasus ini yang mana berarti proses hukum masih berlangsung. Selama proses hukum masih berjalan dengan tahap penyelidikan/penyidikan yang sudah selesai, maka Kepolisian berhak untuk menahan laporan terkait yang masuk sebelum status hukumnya berubah menjadi Inkrah. Hal ini bertujuan demi memberikan kepastian hukum dan penegakan hukum yang adil kepada seluruh masyarakat sesuai tujuan hukum itu sendiri dan apabila kita melihat pada Pasal 30 ayat (4) UUD NRI 1945, disebutkan bahwasanya: “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.
Maka dari itu, penolakan Bareskrim Polri untuk memroses laporan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan bukanlah sebuah bentuk penistaan terhadap keadilan. Sebaliknya, Polri berusaha menciptakan penegakan hukum yang adil yang sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Terkait dengan laporan yang dilayangkan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan kepada Bareskrim Polri, merupakan hal yang wajar-wajar saja, karena masyarakat merasa hak-haknya tercederai dan meminta bantuan Kepolisian untuk melakukan penegakan hukum demi tercapainya keadilan. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa kita sebagai masyarakat yang taat hukum juga berkewajiban untuk memahami serta menghormati para aparat penegak hukum yang tengah melaksanakan tugas. Apabila vonis hukum persidangan sebelumnya telah mencapai status Inkrah, maka tidak ada alasan lagi bagi Kepolisian untuk menolak laporan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan tersebut.
0 Komentar