GARIS TIPIS ANTARA KRITIK DAN PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM UU ITE

  


Resti Chairunnisa Devara

Kader Kombad Justitia

 

Sebuah video yang berasal dari salah satu akun sosial media berupa Tiktok berhasil membuat geger masyarakat Indonesia beberapa hari belakangan ini. Pasalnya, video yang berasal dari akun @awbimaxreborn tersebut berisikan kritikan terhadap kota Lampung mengenai hal-hal yang membuat kota tersebut tidak dapat maju. Di dalam video berdurasi kurang lebih 3 menit tersebut, Bima, sang pemilik akun menjelaskan beberapa hal yang menjadi kekecewaanya terhadap kota asalnya tersebut. Mulai dari infrastruktur yang terbatas, sistem pendidikan di  Lampung yang lemah dan sering terjadi kecurangan dalam proses penyaringan peserta didiknya, menjamurnya kasus korupsi dan suap  hingga  ketergantungan penghasilan daerah tersebut yang hanya mengandalkan sektor pertanian.

Tentunya video yang diunggah dalam Tiktok tersebut tidak akan mencuri perhatian orang banyak jika orang-orang tidak merasakan hal yang sama dengan apa yang disampaikan oleh pemilik video tersebut. Terbukti sejak video tersebut diunggah ke social media, ada banyak warga Lampung yang ikut buka suara, memperlihatkan keadaan di tempat tinggalnya yang sangat sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Bima. Ada banyak akun-akun dari orang yang tinggal di lampung memperlihatkan bagaimana keadaan jalanan di tempat tinggal mereka yang memiliki lubang-lubang besar, hingga tak jarang jalan tersebut kerap menimbulkan kecelakaan.

Ironisnya, walaupun video tersebut mengungkap segala keburukan yang ada di daerah Lampung, banyak warga di daerah sana tidak merasa tersinggung sama sekali. Justru banyak dari mereka yang memberikan dukungan penuh kepada pemilik akun tersebut karena telah berani speak up duluan mengenai keadaan yang ada di daerah mereka. Namun, seorang advokat bernama Gindha Ansori yang berasal dari Lampung dan pernah bekerja sebagai kuasa  hukum  Gubernur Lampung Arinal Djunaidi justru melaporkan pemilik akun tersebut karena memberikan informasi yang menyesatkan dan pencemaran nama baik. Dalam laporannya, ia tidak setuju dengan penggunaan kata dajjal yang digunakan Bima untuk menyebut kota asalnya tersebut. Selain itu, advokat ini juga menilai informasi-informasi yang disampaikan oleh Bima merupakan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Meskipun dirinya menyanggah laporan yang ia buat adalah perintah dari gubernur Lampung sendiri, tindakan pelaporannya tersebut tetap mendapat banyak kecaman dari berbagai kalangan. Terlebih lagi saat ini gubernur Lampung ikut menon-aktifkan kolom komentar dalam  akun Instagramnya. Hal ini memberikan pandangan ke pada masyarakat  luas bahwasanya pemerintah Lampung terkesan pemerintah yang anti kritik dan tidak ingin mendengarkan suara rakyatnya.

Dengan adanya pelaporan yang dilakukan tersebut, tentunya menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat. Apakah masyarakat biasa tidak dapat menyampaikan kritik kepada pejabat negara? Bagaimana pejabat negara atau aparat penegak hukum memberikan perbedaan pengertian antara kritik dan pencemaran nama baik? Lalu jika setiap masyarakat menyempaikan kritik atau pendapatnya selalu dinilai sebagai pencemaran nama baik dan dilaporkan, bagaimana negara menjamin kebebasan berpendapat seluruh masyarakatnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut kian muncul ke publik dan membutuhkan jawabannya dengan segera. Terlebih lagi dengan adanya laporan tersebut membuat Bima yang kini sedang berkuliah di Australia mendapatkan visa perlindungan dari Australia dan membuat pemilik akun tersebut kembali berpikir untuk mengganti kewarganegaraannya.

Nyatanya, pasal penghinaan dan pencemaran nama baik ini adalah pasal yang paling banyak digunakan dalam UU ITE. Karena pasal tersebut dinilai sebagai pasal karet yang dapat menjerat siapapun tanpa ada keterangan yang lebih spesifik, hal ini membuat banyak pihak dapat membuat laporan mengenai pencemaran nama baik kapan saja. Dalam pasal ini tidak ada penjelasan lebih detail mengenai perbedaan antara kritik maupun penghinaan. Sedangkan kritik dan penghinaan tersebut dapat berbeda-beda artinya atau bersifat subjektif, tergantung orang yang melihatnya.

Permasalahan akan pasal karet dalam UU ITE mengenai pencemaran nama baik ini tentunya membuat segala kritik bisa saja dianggap hoax tanpa dibuktikan terlebih dahulu. Hal ini akan membuat banyak masyarakat Indonesia semakin takut dan enggan untuk mengutarakan pendapatnya mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah. Jika kasus seperti Bima ini sering terjadi, maka tidak menutup kemungkinan semakin banyak warga negara Indonesia yang cerdas-cerdas lebih memilih untuk menetap di negara lain dan merubah kewarganegaraannya. Hal ini tentunya akan sangat disayangkan bagi Indonesia yang kehilangan  bibit-bibit unggul untuk meneruskan kepemimpinan di Indonesia pada masa yang akan mendatang.

Untuk itu, pemerintah sangat diperlukan untuk merubah atau merivisi kembali mengenai pasal karet dalam UU ITE ini. Hal ini bertujuan untuk menjamin kebebasan berpendapat seluruh masyarakat di Indonesia. Dengan begitu, masyarakat Indonesia tidak akan merasa takut lagi dalam menyampaikan pendapat atapun kritiknya terhadapt pejabat negara.

Posting Komentar

0 Komentar