IMPLEMENTASI MEKANISME E-VOTING PADA PEMILU 2024: UPAYA MEWUJUDKAN EFEKTIVITAS DAN EFESIENSI DALAM KONTESTASI POLITIK YANG LEGITIMATE
Mareta Puri Nur Ayu Ningsih
Pengurus Kombad Justitia
mareta.ayu004@gmail.com
I. PENDAHULUAN
Indonesia sejak tahun 1955 telah berupaya menghadirkan pemilihan umum (pemilu) yang berkualitas dan berintegritas. Pemilu sebagai kontestasi memperebutkan kepercayaan rakyat telah menjadi prasyarat dan menjadi arus utama untuk negara-negara demokrasi modern.Pemilu diidentikkan sebagai simbol dan tolak ukur implementasi demokrasi di suatu negara. Penyelenggaran pemilu akan memeroleh legistimasi jika telah dilakukukan secara adil sesuai dengan amanat Konstitusi Republik Indonesia. Sebuah penyelenggaran pemilu harus dilaksanakan secara adil dan berintegritas karena akan mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam skala besar. Namun dalam realitanya, generasi muda sebagai penerus bangsa dan pemimpin masa depan acapkali tidak menggunakan hak pilih alias golongan putih (golput) dalam pelaksanaan pemilu. Pada pemilu 2019, jumlah pemilih generasi muda yang merasa tidak perlu dating ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) berada di angka di atas 40 persen. Padahal, pemilu merupakan bagian dari proses penguatan kehidupan demokrasi, serta upaya mewujudukan tata pemerintahan yang efektif dan efisien.
II. PEMBAHASAN
Menurut Manheim (1952), generasi adalah suatu konstruksi sosial dimana didalamnya terdapat sekelompok orang yang memiliki kesamaan umur dan pengalaman historis yang sama. Manheim (1952) menjelaskan bahwa individu yang menjadi bagian dari satu generasi, adalah mereka yang memiliki kesamaan tahun lahir dalam rentang waktu 20 tahun dan berada dalam dimensi sosial dan dimensi sejarah yang sama. Definisi tersebut secara spesifik juga dikembangkan oleh Ryder (1965) yang mengatakan bahwa generasi adalah agregat dari sekelompok individu yang mengalami peristiwa-peristiwa yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.
Dalam beberapa tahun terakhir definisi generasi telah berkembang, salah satunya adalah definisi menurut Kupperschmidt’s (2000) yang mengatakan bahwa generasi adalah sekelompok individu yang mengidentifikasi kelompoknya berdasarkan kesamaan tahun kelahiran, umur, lokasi, dan kejadian-kejadian dalam kehidupan kelompok individu tersebut yang memiliki pengaruh signifikan dalam fase pertumbuhan mereka. Dari beberapa definisi tersebut teori tetang perbedaan generasi dipopulerkan oleh Neil Howe dan William Strauss pada tahun 1991. Howe & Strauss (1991, 2000) membagi generasi berdasarkan kesamaan rentang waktu kelahiran dan kesamaan kejadian-kejadian historis.
Adapun Generasi milenials memiliki minat yang berbeda dari generasi-generasi sebelumnya. Hasil riset yang dirilis oleh Pew Researh Center misalnya secara gamblang menjelaskan keunikan generasi milenial dibanding generasi-generasi sebelumnya. Yang mencolok dari generasi milenial ini dibanding generasi sebelumnya adalah soal penggunaan teknologi. Kehidupan generasi milenial tidak bisa dilepaskan dari teknologi terutama internet yang sudah menjadi kebutuhan pokok bagi generasi ini.
Generasi muda yang bermayoritas generasi milleniasl dan Generasi Z saat ini bukanlah pelengkap kelompok masyarakat. Penduduk usia muda, yang merupakan mayoritas populasi di Tanah Air, berperan penting dalam menentukan perjalanan bangsa Indonesia ke depan. Partisipasi aktif mereka dalam hajatan politik elektoral Pemilu 2024 bakal menentukan siapa saja para elite yang akan memimpin Indonesia pada tahun 2024-2029.
Pada tahun 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia didominasi Generasi Z atau penduduk yang lahir pada kurun 1997-2012 dan milenial yang lahir periode 1981-1996.5 Jumlah Generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa atau setara 27,49 persen dari total populasi Indonesia yang berjumlah 270,2 jiwa, sedangkan generasi milenial jumlahnya mencapai 69,90 juta jiwa atau setara dengan 25,87 persen. Artinya, jumlah generasi muda dari Gen-Z dan milenial sudah melebihi setengah dari jumlah penduduk Indonesia. Oleh karena itu, peran generasi muda di berbagai bidang sudah seharusnya diperhitungkan termasuk dalam pengambilan kebijakan negara.
Dalam konteks politik representasi, demokrasi, dan pemilu, peran generasi muda menjadi penting untuk menentukan nasib pemilu dan demokrasi bangsa. Adapun Wacana Pemilu dan Pilkada diselenggarakan secara e-voting saat ini menjadi kajian yang banyak dilakukan oleh pegiat demokrasi. Akan tetapi, gagasan agar pemilu di Indonesia menggunakan sistem e-voting masih sulit dilakukan dalam skala nasional. Banyak hal yang perlu dipersiapkan dan direncanakan dengan baik. Sistem e-voting memerlukan infrastruktur yang baik termasuk permasalahan biaya juga menjadi persoalan yang terbesar. Biaya yang besar dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana serta insfrastruktur yang memadai apabila akan menerapkan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada dengan sistem e-voting ini.
Selain permasalahan biaya guna memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada dengan sistem e-voting ini, permasalahan lainnya adalah terkait sumber daya manusia (SDM), di mana kebutuhan SDM akan sangat besar guna menjalankan sistem e-voting ini. Akan tetapi, dari sekian banyak permasalahan yang ada, ada 1 (satu) permasalahan yang fundamental yaitu terkait regulasi. Sampai dengan saat ini belum ada regulasi yang mengatur penyelenggraan Pemilu dan Pilkada secara e-voting. Sehingga, seluruh wacana terkait teknis penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada dengan e-voting akan sangat sulit terealisasi karena faktor fundamental yang belum tersedia, yaitu regulasi.
E-voting merupakan sebuah sistem yang memanfaatkan perangkat elektronik dan mengolah informasi digital untuk membuat surat suara, memberikan suara, menghitung perolehan suara, menayangkan perolehan suara dan memelihara serta menghasilkan jejak audit. Dibandingkan dengan pemungutan suara konvensional, e-voting menawarkan beberapa keuntung. Selama ini, metode e-voting telah di adopsi dan dipraktekkan dalam Pemilu di banyak negara di dunia. Menurut data dari AEC Project dalam (Lauer, 2004), sampai dengan bulan Januari 2010, total negara yang pernah bersentuhan dengan 8 (delapan) metode e-voting mencapai 43 negara.6 Dari jumlah tersebut, negara-negara itu dapat dibedakan menjadi 4 katagori, yakni: negara yang mempraktekkan e-voting dengan mesin pemilihan (12 negara), negara yang mempraktekkan internet voting (7 negara), negara yang baru sampai pada tahap perencanaan dan percobaan e-voting (24 negara), dan negara yang menghentikan pelaksanaan e-voting (4 negara). Australia, Kanada, Prancis, dan Jepang termasuk negara yang mempraktekkan baik evoting dengan mesin pemilihan maupun internet voting.
Untuk Negara Indonesia sendiri, apabila akan menerapakan e-voting, salah satu titik awal merealisasikan e-voting adalah dengan menyediakan landasan hukum yang jelas. Apabila landasan hukum atau regulasi ini sudah tersedia, maka perangkat-perangkat yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan e-voting juga akan mengikuti untuk dipersiapkan. Setelah regulasi atau landasan hukum tersedia, hal peratama yang perlu dipersiapkan adalah anggaran. Pemerintah dapat menyiapkan anggaran secara bertahap dalam kurun waktu beberapa tahun sampai dengan waktu diputuskannya pelaksanaan e-voting. Hal kedua yang perlu dipersiapkan adalah ketersediaan sarana dan prasarana, untuk ini dapat disesuaikan dengan ketersediaan anggaran. Pemerintah dapat mengadakan sarana dan prasarana secara bertahap sesuai dengan anggaran yang telah tersedia. Sedang hal ketiga yang harus sangat menjadi perhatian yaitu terkait sumber daya manusia (SDM), di mana SDM ini harus benar-benar dipersiapkan dengan matang agar dapat melaksanakan e- voting ini dengan baik. Karena penerpan e-voting akan sangat bergantung kepada kemampuan SDM dalam mengelola perangkat elektronik canggih yang digunakan dalam proses evoting.
Penerapan e-voting di Indonesia sangat perlu untuk menjadi perhatian bagi para pemangku kepentingan. Hal ini berkaca dari pengalaman penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 yang menimbulkan banyak korban jiwa, jika penyelenggaraan pemilu sudah menggunakan sistem e-voting dimungkinkan kejadian di tahun 2019 tersebut tidak akan terjadi. Selain itu, keuntungan dari e-voting daripada sistem konvensional/surat suara menurut Sanjay & Ekta, (2011) antara lain: Pertama, Menghilangkan kemungkinan suara yang tidak sah dan diragukan, yang dalam banyak kasus merupakan akar penyebab kontroversi dalam pemilihan umum; Kedua, Membuat proses penghitungan suara jauh lebih cepat daripada sistem konvensional; Ketiga, Mengurangi jumlah kertas yang digunakan sehingga menghemat banyak pohon yang membuat proses menjadi ramah lingkungan; Keempat, Mengurangi biaya pencetakan hampir nol karena hanya satu lembar kertas suara yang diperlukan untuk setiap Polling.
Lebih jauh beberapa manfaat dalam penerapan e- voting dijabarkan oleh Riera & Brown, (2003) diataranya adalah: Pertama, Mempercepat perhitungan suara; Kedua, Lebih akurat hasil perhitungan suara; Ketiga, Menghemat biaya pengiriman surat suara; Keempat, Menghemat biaya pencetakan kertas suara; Kelima, Kertas suara dapat dibuat dalam beberapa versi bahasa; Keenam, Menyediakan akses informasi yang lebih banyak berkenaan dengan pilihan suara; Ketujuh, Menyediakan akses yang lebih baik bagi kaum yang mempunyai keterbatasan fisik (cacat); Kedelapan, Menyediakan akses bagi masyarakat yang mempunyai keterbatasan waktu untuk mendatangi tempat pemilihan suara (TPS); Kesembilan, Dapat mengendalikan pihak yang tidak berhak untuk memilih misalnya mereka yang di bawa h umur. Implementasi penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada di Indonesia dengan menggunakan sistem evoting apabila diterapkan dengan baik akan dapat memberikan banyak keuntungan. Kebijakan penerapan e - voting dalam penyelenggaraan Pemilu dan pilkada dapat membantu pemerintah dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah, karena e - voting akan mampu menghilangkan keraguan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada. Proses penyelenggaraan Pemilu dan pilkada dengan evoting memberikan kemudahan dalam proses pelaksanaannya. Dengan menggunakan sistem e- voting, maka akan menciptakan keterbukaan informasi terhadap hasil Pemilu dan pilkada secara langsung. Evoting juga mampu menghemat biaya penyelenggaraan Pemilu dan pilkada, serta mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menentukan pilihan.
Keuntungan secara umum, jika menggunakan e-voting adalah perhitungan suara akan lebih cepat, bisa menghemat biaya pencetakan surat suara, pemungutan suara lebih sederhana, dan peralatan dapat digunakan berulang kali untuk Pemilu dan Pilkada. Bahkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (sekarang bergabung ke BRIN) pada tahun 2014 pernah menyatakan e-voting dalam Pilkada dapat menghemat biaya hingga 50 persen. 9Selain itu, berkaca kepada kasus pada pilpres 2019, pilihan ini juga bisa mengantisipasi banyaknya korban berjatuhan dari pihak panitia pemilu akibat kelelahan. Begitu juga mengantisipasi kendala seperti rusaknya kotak suara pada saat distribusi ke daerah.
E-Voting juga memperbesar peluang partisipasi pemilih. Jika dalam sistem pemilu konservatif maupun di dalam e-voting pemilih harus datang ke lokasi TPS untuk memberikan suaranya, hal ini tentunya akan menyulitkan bagi penyandang disabilitas. Namun dalam konsep e- voting, pemilih tidak harus datang ke TPS, mereka bisa memberikan pilihannya dari mana saja, sehingga akan membuka ruang partisipasi yang luas. Konsep demikian sangat dapat disesuaikan dengan kebutuhan generasi muda Indonesia yang menginginkan proses yang mudah dan ringkas.
III. KESIMPULAN
Generasi Muda Sebagai Penerus Bangsa Dan Pemimpin Masa Depan Acapkali Tidak Menggunakan Hak Pilih Alias Golongan Putih (Golput) Dalam Pelaksanaan Pemilu. Hal Ini Menandakan Minta Generasi Muda Masih Sangat Kurang Dalam Partisipasi Politik. E-Voting Juga Memperbesar Peluang Partisipasi Pemilih. Jika Dalam Sistem Pemilu Konservatif Maupun Di Dalam E-Voting Pemilih Harus Datang Ke Lokasi TPS Untuk Memberikan Suaranya, Konsep Demikian Sangat Dapat Disesuaikan Dengan Kebutuhan Generasi Muda Indonesia Yang Menginginkan Proses Yang Mudah Dan Ringkas Diimbangi Dengan Kemajuan Teknologi. Upaya Meningkatkan Partisipasi generasi muda dapat menjadi langkah bagi pemerintah dalam upaya mewujudkan efektivitas dan efesiensi dalam kontestasi politik yang legitimate.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Kupperschmidt, B.R. 2000. “Multigenerational Employees: Strategies for Effective Management”. The Health Care Manager, 19(1), 65-76.
Lauer, T. W. (2004). The Risk of e-Voting. Electronic Journal of E-Government, 2(April), 177–186. Retrieved from http://www.ejeg.com/volume-2/volume2- issue3/v2-i3-art4-abstract.ht
Sanjay, K., & Ekta, W. (2011). Analysis of Electronic Voting System in Various Countries. International Journal of Computer Science Engineering, 3(5), 1825– 1830. Retrieved from http://www.enggjournals.com/ijcse/issue.html?issue=20110305
Riera, A., & Brown, P. (2003). Bringing Confidene to Electronic Voting. Electronic Journal of E-Government, 1(1), 43–50. Retrieved from http://www.ejeg.com/volume-1/volume1-issue-1/issue1-art5-abstract.htm
Buku
Janedjri M. Gaffar, Demokrasi dan Pemilu di Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press, 2013), h.-
Howe, N; Strauss, W. 1991. Generations: the history of America’s future, 1584 to 2069. New York City: William Morrow Paperbacks. Howe, N, Strauss, W. 2000. Millennials Rising: The Next Great Generation. New York: Vintage.
Internet
CNN Indonesia, Survei Pemilu Milenilai Golput Diprediksi di Atas 40 Persen, 2019, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190404174723-32-383507/survei- pemilu-milenial-golput-diprediksi-di-atas-40-persen
Databoks, Proporsi Populasi Generasu Z dan Millenial Terbesar di Indonesia, 2021, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/24/proporsi-populasi- generasi-z-dan-milenial-terbesar-di-indonesia
Lan, RI, Wacana Digitalisasi Pemilu: Seberapa Siapkah Indonesia? 2022, https://lan.go.id/?p=9942
0 Komentar