JIKA PELINDUNG TIDAK MELINDUNGI, LANTAS HARUS MENGADU KE SIAPA?
Kader Kombad Justitia
balyan.fauzan@gmail.com
“Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely”. Sebuah frasa yang menggema dalam dunia politik dan permainan kekuasaan sejak manusia ada di muka bumi. Dalam beberapa waktu terakhir, sangat banyak pejabat negara yang harusnya mengayomi dan mewakili rakyat, namun malah merugikan dan menyelewengkan kekuasaannya. Frasa tersebut juga dapat dikaitkan dengan kasus Irjen Pol Teddy Minahasa Putra, Kapolda sumbar yang terlibat pengedaran sabu. Teddy Minahasa diduga mengedarkan sebanyak 5 kg sabu, sebanyak 1,7 kg berhasil diedarkan ke Kampung Bahari, daerah yang sudah dikenal menjadi kampung narkoba; sedangkan sisa sabu tersebut berhasil diamankan polisi. Selain itu Linda Pudjiastuti, selaku saksi Teddy Minahasa membocorkan bahwa Teddy Minahasa juga menjadi perantara mengedaran narkoba dari Taiwan ke Indonesia sebayak 1 ton dengan bayaran 100 miliar rupiah.
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat. Polisi berhasil mengamankan tiga orang dari masyarakat sipil yang terlibat pengedaran barang haram tersebut. Lalu Polda Metro Jaya berhasil mengembangkan perkara berdasarkan pernyataan tiga orang yang diamankan dan menemukan keterlibatan anggota kepolisian dalam dugaan pengedaran zat terlarang tersebut. Dari penyidikan tersebut, ditemukan keterlibatan Doddy Prawiranegara, seorang anggota polisi berpangkat AKBP yang juga merupakan seorang mantan Kapolres Bukittinggi, Sumatera Barat. Sabu 5 kg yang diedarkan Teddy Minahasa diduga merupakan hasil penangkapan kasus narkoba di Mapolres Bukittinggi. Dody Prawiranegara diperintahkan untuk mengambil 5 kg sabu secara diam-diam dari 41 kg sabu yang hendak dimusnahkan oleh kepolisian Bukittinggi.
Tak lama setelah Teddy Minahasa diringkus, Polda Metro Jaya Menetapkan Jendral tersebut menjadi tersangka dalam kasus pengedaran narkoba ini. Teddy dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Teddy Minahasa dijatuhi pidana mati di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) pada Kamis, 30 Maret 2023. Namun muncul pertanyaan, apakah pidana mati itu hukuman yang tepat untuk Teddy Minahasa?
Pro dan kontra pidana mati terhadap pengedar narkoba sudah menjadi topik perdebatan sejak hukum pidana mati untuk pengedar narkoba pertama kali diberlakukan di Indonesia pada tahun 1997, dengan dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Pasal 82 ayat (1) dari undang- undang tersebut menyatakan bahwa pidana mati dapat diterapkan kepada pelaku tindak pidana narkotika tertentu, termasuk pengedar narkoba. Tindak pidana pengedaran narkoba merupakan tindak pidana yang sangat berat dengan mempertimbangkan dampaknya tak hanya terhadap individu tapi kepada masyarakat secara keseluruhan. Pertimbangan tersebut meliputi dampak kesehatan seperti dapat merusak kesehatan secara fisik dan mental, dan dapat menyebabkan efek jangka panjang yang serius, seperti ketergantungan dan kerusakan organ tubuh. Tak hanya dalam kesehatan, narkoba juga memiliki dampak besar terhadap ekonomi dan sosial seperti meningkatnya kejahatan, kerugian ekonomi, dan kesehatan masyarakat yang buruk. Pengedar narkoba dianggap bertanggung jawab atas dampak sosial dan ekonomi yang merugikan ini.
Namun secara pribadi, pidana mati merupakan vonis yang tepat untuk pengedar narkoba. Pengedar narkoba membahayakan bangsanya sendiri dengan mengedarkan zat haram yang dapat merusak otak penggunanya terutama generasi muda yang seharusnya dapat meneruskan bangsa. Salah satu kasus nyata yang terjadi di Indonesia adalah kasus pembunuhan sadis di Bekasi pada tahun 2017 yang melibatkan pelaku yang diduga pengguna narkoba. Pelaku yang berusia 23 tahun tega membunuh nenek berusia 60 tahun dengan cara memukul kepala korban dengan batu hingga tewas. Setelah ditangkap, pelaku mengaku bahwa dia sedang dalam pengaruh narkoba ketika melakukan aksinya. Selain itu, pada tahun 2019, terjadi kasus pemerkosaan dan pembunuhan seorang mahasiswi di Yogyakarta oleh seorang pria yang diduga pengguna narkoba. Pelaku yang berusia 27 tahun telah melakukan kejahatan serupa sebelumnya dan telah divonis karena penyalahgunaan narkoba. Dia mengaku bahwa dia sedang dalam pengaruh obat-obatan terlarang ketika melakukan kejahatan tersebut.
Dapat diambil kesimpulan bahwa narkoba adalah zat haram yang tidak pantas disalahgunakan apalagi diedarkan terutama untuk target pasar pemuda Indonesia yang harusnya dapat diarahkan untuk lebih produktif. Teddy Minahasa selaku perwira tinggi Polri yang memiliki jabatan penting untuk mengamankan dan mengayomi masyarakat, malah mengedarkan zat yang merusak masyarakat yang seharusnya ia lindungi. Selain mengedarkan, Teddy Minahasa juga mengizinkan pengedaran zat haram tersebut. Selain itu Teddy Minahasa juga membocorkan bahwa narkoba tersebut juga digunakan oleh anggota kepolisian. Pernyataan tersebut memberi keterangan bahwa permasalahan narkoba tersebut merupakan dari polisi, oleh polisi, untuk polisi. Bagaimana bisa masyarakat meletakkan kepercayaan terhadap instansi negara jika kerusakan-kerusakan tersebut berakar dari instansi itu sendiri?
Besar harapan saya untuk negeri Indonesia tercinta agar bisa meningkatkan keamanan dan pemeriksaan terhadap instansi dan juga bisa memberi solusi terhadap permasalahan narkoba yang sangat besar dan berpotensi untuk merusak negara dalam jangka Panjang dengan rusaknya generasi muda oleh narkoba.
0 Komentar