MEMASUKI TAHUN PEMILU, MENGUJI KEMBALI KONSTITUSIONALITAS PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PEMILU 2024

 MEMASUKI TAHUN PEMILU, MENGUJI KEMBALI KONSTITUSIONALITAS PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PEMILU 2024

Hafiz Haromain Simbolon 
Kader Kombad Justitia 
hafizsyimbolon@gmail.com



Presidential threshold yang selanjutnya disebut PT adalah suatu ambang batas minimal yang harus dimiliki oleh partai politik dalam mencalonkan seseorang menjadi presiden dan wakil presiden dalam pelaksanaan pemilu. Di Indonesia, pengaturan mengenai PT diatur dalam pasal 222 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. Dari ketentuan pasal tersebut diketahui bahwa parpol atau gabungan parpol hanya dapat mengusulkan calon presiden dan wakil presiden jika memenuhi salah satu ambang batas yaitu 20% dari jumlah kursi DPR atau 25% suara sah nasional pada pemilu sebelumnya. Ketentuan dalam pasal tersebut kembali dipertanyakan konstitusionalitasnya menjelang pemilu 2024. Konstitusionalitas dari ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sudah sering mengalami pengujian di MK dengan berbagai putusan, tetapi pada tulisan ini penulis ingin menguji Kembali konstitusionalitas tersebut berdasarkan perpektif penulis.

Indonesia sebagai negara hukum yang memiliki konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (UUD NRI 1945), sudah seharusnya produk hukum yang ada harus sesuai dan tidak bertentangan dengan konstitusi tersebut. Begitupula mengenai persoalan pengisian jabatan presiden dan wakil presiden. Dalam hal pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden dalam UUD NRI 1945 sudah diatur secara jelas teknis pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yaitu padaPasal 6A ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) berbunyi.

a) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
b) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilu
c) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima  puluh  persen  dari  jumlah  suara  dalam  pemilihan   umum   dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan  Wakil Presiden
d) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
e) Tata cara Pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.

Pada pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945 sudah jelas mengatur ketentuan pengusulan calon presiden dan wakil presiden, yaitu diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu, tidak ada istilah ambang batas yang disebutkan sebagaimana dalam pasal 222 UU No.17 tahun 2017 tentang Pemilu.

Ketentuan dalam pasal 222 UU No.17 tahun 2017 tentang Pemilu yang memuat tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden seolah olah menjadi akal akalan untuk melanggar pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945. Indonesia sebagai negara yang memiliki konstitusi yang merupakan hierarki tertinggi sumber hukum di Indonesia, maka sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk menaati makna primer yang terdapat dalam konstitusi tersebut. Dalam Konteks pengususulan calon presiden dan wakil presiden telah diatur dalam konstitusi pasal 6A ayat (2), maka ketentuan dalam pasal 222 UU No.17 tahun 2017 yang mengatur ambang batas pengusulan calon presiden layak dikatakan inkonstitusional.


Posting Komentar

0 Komentar