MENGGALI IMPLIKASI KUHP BARU: PERUBAHAN HUKUMAN MATI DALAM SISTEM PERADILAN INDONESIA

 


Elsi Fatiya Rahmadila

Kader Kombad Justitia mahelsafadila@gmail.com

KUHP menjadikan pidana mati sebagai pidana khusus yang mengikuti perkembangan dunia, dimana tujuan dari pidana saat ini bukan hanya semata sekedar memberikan penjeraan namun juga pemulihan. Sejak resmi menjadi UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ternyata masih memuat ketentuan tentang pidana mati. Tapi pidana mati yang diatur dalam KUHP bersifat alternatif, karena hukuman itu dapat diubah menjadi hukuman seumur hidup sepanjang terpidana mampu memenuhi syarat tertentu yaitu berkelakuan baik selama masa percobaan 10 tahun.

KUHP merupakan salah satu tahapan untuk menuju penghapusan hukuman mati. walaupun KUHP belum dapat menghapus hukuman mati karena hal itu hampir tidak mungkin di Indonesia, karena Indonesia adalah salah satu negara yang menganut hukuman mati. Aparat penegak hukum perlu memahami tata nilai dalam KUHP baru yang sudah berubah menuju penghapusan hukuman mati. Hal tersebut mengingatkan bahwa Indonesia tidak bisa lepas dari komunitas internasional yang semuanya mengarah pada penghapusan hukuman mati.

Apabila dilihat dalam prakteknya, efek jera yang diharapkan dari hukuman mati hanyalah sekedar mitos saja ,buktinya adalah di negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati yang mana salah satu diantaranya adalah Indonesia sendiri, terpantau angka kejahatan masih tetap tinggi. Ditambah lagi prosedur dari hukuman mati cendrung rumit dan memerlukan waktu yang lama dalam eksekusinya.

Berangkat dari permasalahan diatas perumus dan pembentuk UU mengambil jalan tengah atas perdebatan penerapan hukuman mati di Indonesia. Dalam hukum positif yang berlaku, hukuman mati memang dapat diberlakukan terhadap terpidana yang melakukan kejahatan luar biasa. Tapi perdebatan antara kalangan abolisionis (penentang hukuman mati) dan retensionis (mendukung hukuman mati) tak ada habisnya, lantaran kedua pihak memiliki argumen yang sama kuat. Oleh karena itu, pembentuk UU mengambil jalan tengah dengan menjadikan pidana mati sebagai alternatif dan tidak menjadi pidana pokok dalam KUHP Baru.

Aturan tentang hukuman mati ini diatur dalam Pasal 100 KUHP baru. Dalam pasal itu disebutkan hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan dua hal. Pertama, rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri. Kedua, peran terdakwa dalam tindak pidana. Kemudian Pasal 100 Ayat (4) menyatakan jika dalam masa percobaan itu terpidana menunjukan sikap terpuji maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan putusan presiden atas pertimbangan MA. Jika terpidana mati dinilai berkelakuan baik dan berubah, maka Presiden akan menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) buat mengubah hukuman terpidana itu menjadi penjara seumur hidup.

Walaupun demikian disisi lain kententuan pidana mati yang diatur dalam KUHP baru ini juga memiliki kelemahan. Dimana tidak menutup kemungkinan menciptakan ruang yang rentan akan disalahgunakan menjadi praktik suap antara narapidana dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan untuk mendapatkan surat keterangan kelakuan baik, terkhusus bagi narapidana penjabat-penjabat tinggi yang masih memiliki power dan relasi-relasinya dengan aparat hukum lain.

Oleh karena itu pemerintah harus bijak dalam mengambil keputusan agar kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan sejalan dengan norma-norma hukum di Indonesia. Selain dari itu diharapkan KUHP baru ini menjadi batu loncatan bagi sistem hukum di Indonesia untuk menjadi lebih baik lagi dalam melindungi hak-hak masyrakat Indonesia.

Posting Komentar

0 Komentar