Tiara
Kader Kombad
Justitia 10tiaraaa@gmail.com
Akhir-akhir
ini masyarakat Indonesia memenuhi hastag
“Stop Bayar Pajak” di sejumlah media sosial sebagai
bentuk perlawanan terhadap pemerintah, akibat
naiknya kasus salah satu pegawai pajak yang melanggar aturan pajak itu
sendiri. Pegawai pajak tersebut Rafael Alun Trisambodo yang tercatat mempunyai
kekayaan Rp. 56 M, namun
sejumlah barang pribadi seperti Rubicorn tidak tercatat dalam laporan
kekayaannya sendiri. “Orang Bijak Taat Pajak” ternyata
slogan yang digunakan tersebut tidak berlaku bagi
Rafael Alun Trisambodo sebagai pegawai pajak.
Disisi lain tidak melaporkan Rubicorn sebagai harta kekayaannya, Rubicorn tersebut
juga tercatat memiliki tunggakan pajak sebesar Rp. 6.989.000.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 Pasal 1 Angka 1 yang menyatakan tentang warga atau badan negara untuk wajib membayar
pajak pada negara demi kemakmuran rakyat. Hal ini tentunya
menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat, apakah membayar
pajak demi kemakmuran rakyat atau hanya kemakmuran pegawai pajak saja. Dilihat dari kasus
Rafael Alun Trisambodo yang menimbulkan sikap tidak percaya masyarakat terhadap pemerintahan lagi dan enggan untuk membayar
pajak.
Dugaan demi
dugaan juga timbul dalam kasus Pajak Rafael Alun Trisambodo, laporan kekayaan yang tercatat dinilai
tidak masuk akal dengan gajinya sebagai pegawai
Pajak eselon tiga. Jika dilihat dari gaji pegawai Pajak eselon tiga hanya 4,7 juta dengan tukin sebesar 46 juta, lalu
diperhitungkan dengan harta kekayaan nya saat
ini beserta gaji dan tukin yang dihasilkan, butuh 98 tahun untuk menghasilkan kekayaan
sejumlah Rp. 56 M. Hal ini tentunya
wajar masyarakat Indonesia
menimbulkan sikap enggan untuk membayar
pajak dan menimbulkan praduga ditengah-tengah masyarakat. Tidak hanya itu, pada tahun 2012 KPK sudah menerima laporan terkait transaksi janggal yang dilakukan
Rafael Alun Trisambodo, namun karena terdapat ribuan laporan terkait transaksi janggal
membuat kesulitan penyidik dan penyelidikan oleh KPK. Terdapat
selang sebelas tahun baru terungkapnya transaksi janggal yang dilakukan Rafael Alun Trisambodo hasil analisa PPATK
dengan nilai mutasi sebanyak Rp. 500 M, yang diduga melakukan pencucian
uang dengan modus menggunakan banyak nama dalam transaksi keuangan
yang dilakukan oleh Rafael Alun Trisambodo.
Terkait pajak tidak hanya berhenti sampai disitu, peraturan
terkait pelanggaran administrasi juga terdapat ketimpangan terhadap PNS atau penjabat
pajak dan masyarakat non PNS, seperti
pada PP Nomor 94 Tahun
2021 Pasal 11 ayat 2 bagian C, yang dimana PNS yang melakukan pelanggaran administrasi hanya diberikan
Hukuman berupa disiplin
yang dimana terdapat
beberapa tingkatan disiplin
tersebut berupa Hukuman
disiplin ringan dengan teguran lisan hingga Hukuman
disiplin berat berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2017
Pasal 39 ayat 3 bagi pelanggar administrasi pajak dijatuhi pidana
penjara paling singkat 6 bulan dan
paling lama dua tahun dengan denda paling sedikit dua kali jumlah restitusi yang dimohonkan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan
dan paling banyak empat kali jumlah restitusi yang dimohonkan atau kompensasi atau pengkreditan yang
dilakukan. Berdasarkan dua aturan tersebut jelas
terdapatnya ketimpangan bagi pegawai pajak dengan masyarakat non pegawai pajak, dilihat dari Hukuman berat berupa
pemberhentian, bahkan pemberhentian tersebut
dilakukan secara hormat sedangkan masyarakat non pegawai pajak harus melakukan
pidana penjara beserta denda yang harus dibayar.
Atas tindakan
tersebut tentunya harus ada evaluasi
yang ketat dalam pelaksaan pegawai
pajak tersebut dengan berusaha mengembalikan kembali kepercayaan
masyarakat terhadap pelaksanaan pajak di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan reformulasi perpajakan untuk dapat mengantisipasi korupsi pajak. Reformasi
perpajakan tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk untuk mengantisipasi korupsi pajak, sebagai
berikut:
a)
Meningkatkan transparansi dalam sistem perpajakan, termasuk proses pengumpulan, pemungutan, dan penyaluran
pajak. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat pengawasan dan audit internal, serta memberikan akses
yang lebih luas kepada publik terkait
informasi perpajakan.
b) Memperkuat lembaga pengawas
perpajakan untuk mencegah dan mendeteksi tindakan
korupsi.
c) Memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses
perpajakan.
d) Meningkatkan kerjasama dengan negara-negara lain dalam hal
pertukaran informasi perpajakan dan penegakan hukum.
e) Memperkuat peraturan perpajakan dan hukum yang mengatur
tindak pidana korupsi pajak.
0 Komentar