Muhammad Rizki Ramadhan
RUU perampasan aset adalah undang-undang yang mengatur tentang
pengambilan aset-aset para penguasa dan pemilik aset yang tindak pidana
bermotif ekonomi, seperti koruptor,
pencucian uang, dan lain-lain. RUU perampasan aser merupakan UU yang sangat penting
untuk menaggulangi tindak pidana korupsi
maupun tindak pidana kejahatan ekonomi lainya. Presiden Jokiwi juga mendorong DPR untuk segera menyelesaikan dan
mengesahkan RUU perampasan aset ini. RUU Perampasan Aset bertujuan untuk memberikan dasar hukum yang kuat bagi perampasan aset koruptor dan pelaku tindak pidana keuangan
lainnya. Dengan adanya RUU ini, pemerintah akan dapat
mengambil kembali aset yang diperoleh secara
ilegal dan menggunakannya untuk kepentingan publik. Selain itu, RUU ini juga diharapkan dapat menjadi instrumen
efektif dalam mencegah dan mengurangi tindak korupsi di masa depan.
RUU Perampasan Aset telah masuk ke dalam Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) dengan tujuan untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, meskipun telah berada dalam Prolegnas, RUU ini
menghadapi tantangan dan kendala
yang membuat proses pengesahannya
terhambat.
Lambatnya pengesahan RUU Perampasan Aset disebabkan oleh beberapa tantangan
yang dihadapi. Salah satu tantangan
utamanya adalah perbedaan
pendapat di kalangan
anggota DPR terkait
beberapa ketentuan yang
ada dalam RUU ini. Beberapa
anggota DPR berpendapat bahwa RUU ini memiliki potensi
penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Perbedaan pendapat ini
memperlambat proses pengesahan RUU. Selain itu, ada juga tantangan teknis yang menjadi kendala dalam
pengesahan RUU ini. Misalnya, perlu adanya mekanisme
yang jelas untuk menentukan aset mana yang dapat diambil alih oleh pemerintah dan bagaimana proses perampasan
akan dilakukan. Selain itu, perlu juga
adanya sistem yang transparan dan akuntabel untuk mengelola aset yang telah dirampas.
Dalam,
RUU Perampasan Aset ini terdapat
11 jenis aset yang dirampas
yang terdapat pada pasal 2 ayat (1) sebagai berikut:
1)
Aset yang dapat dirampas
berdasarkan Undang-Undang ini meliputi:
a) Aset yang diperoleh secara langsung atau tidak
langsung dari tindak pidana
b) Aset dari tindak pidana yang telah dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain, atau Korporasi baik berupa modal, pendapatan, maupun keuntungan ekonomi yang diperoleh dari kekayaan tersebut;
c) Aset yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
d)
Aset tindak
pidana dari terpidana tidak menjadi uang pengganti, aset tindak pindana
terkait lansung dengan status pindana dari terpidana;
e)
Aset yang
ditemukan barang temuan yang diduga kuat berasal dari tindak pidana;
f)
Aset korporasi
yang diperoleh dari tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana;
g)
Aset tersangka
atau terdakwanya yang meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui
keberadaannya pada saat dilakukan penyidikan atau proses peradilan, yang
secara diperoleh dari tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana;
h)
Aset yang terdakwanya diputus
lepas dari segala tuntutan, tetapi berdasarkan bukti asetnya
telah digunakan untuk kejahatan;
i)
Aset yang
perkara pidananya tidak dapat disidangkan, tetapi berdasarkan bukti asetnya telah digunakan untuk kejahatan;
j)
Aset yang
perkara pidananya telah diputus bersalah oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan di kemudian
hari ternyata diketahui terdapat aset dari tindak pidana yang belum dinyatakan dirampas;
k)
Aset Pejabat
Publik yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau yang tidak seimbang dengan sumber penambahan
kekayaannya dan tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya.
Pentingnya
Pecepatan RUU Perampasan Aset dapat memperkuat Efektivitas Pemberantasan Korupsi Dengan adanya RUU ini, pemerintah akan memiliki landasan hukum yang jelas untuk
mengambil kembali aset yang diperoleh secara
korupsi. Hal ini akan memberikan sinyal kuat bahwa korupsi tidak akan
ditoleransi dan membuat pelaku
korupsi berpikir dua kali sebelum melakukan tindak pidana. RUU Perampasan Aset yang cepat disahkan akan membantu meningkatkan transparansi dan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Masyarakat akan melihat
bahwa pemerintah serius dalam memerangi
korupsi dan berkomitmen untuk mengembalikan aset yang diperoleh secara ilegal kepada
negara. Hal ini akan memperkuat
kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan pemberantasan korupsi.
0 Komentar