Lailatur Rahmi Kader
RUU
Perampasan Aset menjadi wajah baru di pertengahan tahun 2023 ini. Namun dalam perjalanan RUU ini sebenarnya telah lama menjadi
pembahasan, kemudian pada 2021 lalu Presiden Jokowi telah sempat menyinggung kembali
terkait dengan progress rancangan pembuatannya, namun hingga sekarang
masih juga belum kunjung rampung. RUU
Perampasan Aset sendiri merupakan undang- undang
yang mengatur tentang pengambilalihan penguasaan dan kepemilikan aset tindak pidana bermotif ekonomi, misalnya
korupsi dan narkotika.
Hal ini
menjadi krusial untuk dibahas mengigat makin maraknya pencucian uang dan korupsi yang terjadi di berbagai
instansi pemerintahan di berbagai tingkat belakangan
ini. Hal ini tentu saja bukan hanya merusak stabilitas negara, tetapi juga melanggar hak-hak sosial masyarakat. Sepatutnya penanganan kejahatan
yang merugikan orang banyak
seperti tindak pidana korupsi dilakukan dengan cara-cara baru, karena pada cara-cara tradisional yang dilakukan selama
ini pada kasus
tindak pidana korupsi tidak
terbukti dapat mengurangi angka kasus yang sama. RUU ini mulai dibahas kembali
mengingat mekanisme terkait
perampasan aset belum mendukung penegakan
hukum yang meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam
hukuman pidana, sebenarnya tentang
perampasan telah dibahas sebelumnya dalam KUHP, pada pasal 66 KUHP huruf b yang berisi tentang perampasan barang tertentu dan/ atau tagihan.
Kemudian dalam pelaksanaannya dijalankan oleh pengadilan (perdata) dan KPK, Kejaksaan, serta Polri (pidana)
sebagai lembaga yang berwenang
mengelola aset perampasan setelah itu.
Dalam RUU Perampasan Aset terdapat tiga pradigma yang digunakan, antara
lain:
a) Pihak yang didakwa dalam suatu tindak pidana tidak hanya subjek hukum sebagai pelaku dari kejahatan, juga aset yang diperoleh dari kejahatan tersebuyt.
b) Mekanisme peradilan yang digunakan yakni mekanisme peradilan perdata,
c) Putusan pengadilan tidak dikenakan sanksi pidana sebagaimana yang dikenakan pada pelaku kejahatan lain.
d) Kemudian terdapat tiga substansi utama dalam RUU ini:
e) - Unexplained wealth
f) - Hukum acara perampasan aset
g) - Pengelolaan aset
Untuk
aset yang dapat dirampas oleh negara sesuai ketentuan dalam
RUU ini yang terdapat pada pasal 2 huruf (k) sebagai
berikut:
a)
Aset yang diperoleh secara langsung
atau tidak langsung dari
tindak pidana
b)
Aset dari
tindak pidana yang dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain. Atau
korporasi baik berupa modal, pendapatan, maupun, keuntungan ekonomi yang diperoleh
dari kekayaan tersebut.
c)
Aset yang digunakan untuk melakukan tindak pidana.
d)
Aset tindak
pidana dari terpidana tidak menjadi uang pengganti, aset tindak pidana terkait langsung
dengan status pidana dari
terpidana.
e)
Aset yang
ditemukan barang temuan yang duduga kuat berasal dari tindak pidana.
f)
Aset korporasi
yang diperoleh dari tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana.
g)
Aset tersangka
atau terdakwa yang meninggal dunia,
melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui
keberadaannya pada saat dilakukan penyelidikan atau proses peradilan, yang
secara diperoleh dari tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana.
h) Aset yang terdakwanya diputus lepas dari segala tuntutan,
tetapi berdasarkan bukti asetnya telah digunakan untuk kejahatan.
i)
Aset yang
perkara pidananya tidak dapat disidangkan, tetapi berdasarkan bukti asetnya telah digunakan untuk kejahatan.
j)
Aset yang
perkara pidananya telah diputus bersalah oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan di kemudian
hari ternyata diketahui terdapat aset dari tindak pidana yang belum dinyatakan dirampas,
k)
Aset pejabat
publik yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau tidak seimbang
dengan sumber penambahan kekayaannya dan tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah maka aset tersebut
dapat dirampas berdasarkan undang-undang ini.
Bagi negara,
aset rampasan dikelola
sebagai pemasukan negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP), apabila
sebelumnya mekanisme penyerahan aset harus menunggu
putusan pengadilan dan status hukum dari tersangka tindak pidana maka dikhawatirkan
status aset rampasan tersebut akan berubah
menjadi status quo dan merugikan negara. Oleh karena itu, dalam rangka memperkuat upaya pemberantasan korupsi,
penting bagi pemerintah dan DPR untuk menyelesaikan perbedaan pendapat dan
mengatasi kendala teknis yang ada. Pengesahan
RUU Perampasan Aset yang kuat dan efektif akan memperkuat sistem hukum, meningkatkan akuntabilitas, dan memberikan pesan yang kuat bahwa korupsi
tidak akan ditoleransi di negara ini.
0 Komentar